Jumat, 14 Desember 2018

Sabda Alam


ELEGI IBU BUMI

Ibunda tengah merintih, didera lara yang kian pedih
Jantungnya luka berdarah, masih terkoyak parah
Wajah bunda sendu dalam genangan air mata pilu
Bahunya yang rapuh menua, terguncang berkalang beban derita
Ulah segala sesat serakah sepanjang jaman berkisah
Begitu tutur cerita sang langit yang geram
Kepada gelegar petir gempita tadi malam
Murkanya tertahan dibalik gulita dan derasnya hujan
Mencekam, kuliti seluruh tembok keakuan.., dan kemunafikan
Tiada yang berucap, tiada yang bertanya, tiada yang bergerak
Bahkan nafas – nafas itu seolah senyap terhempas tak beriak

Merapi nan renta terkekeh sinis
Asap pekatnya semburkan kelakar satir beraroma sadis
Menyapa para munafik yang pongah mendulang nista
Nodai singgasana keramat bumi yang dipuja
Bebatuan bisu bernyanyi, semilir bayu menari penuh kegilaan
Gagak hitam laungkan sajak nyinyir kematian
Mayapada muram, petisinya karam tak terindahkan










MISTERI NOKTAH

Perlahan cinta merobek kedua sayapku
Membuat akalku lumpuh mengelu
Menikam kejam relungku, diantara derit rumpun bambu
Nafasku sesak terengah, diantara pecahan pedih dan murka
Berkaca pada cermin semesta, sungguh hatiku kelam merana
Lama sudah tak terjamah bias purnama,
Terbiar tanpa kecupan hangat sang surya
Langit dan bumi menghukum jiwaku
Terkubur aku dalam pusara diri palsu
Terbakar qalbuku diantara dendam sesalku
Remuk jantungku, aku kehilangan diriku
Hampa di tengah pusaran lumpur hitam, bertunaskan kembang bangkai
Berkubang dalam nanah busuk dunia, merana rindui cahaya
Sentuhlah aku dengan sinarmu, hapuskan bilur – bilur sembilu

Jangankan kedua sayap ini, cintaku..
Sementara segalaku tercipta darimu
Namun aku ingkar dalam buai nafas sang nafsu
Mataku telah kubutakan dengan ilusi dan cinta palsu
Sesalku beterbangan diantara kamboja putih yang berguguran
Rinduku mengental disetiap dingin malam yang mengkristal
Menjadi budak kesepian yang sekarat
Menjaga serpihan harap dalam relung yang berkarat
Wahai samudera biru, maka tenggelamkanlah aku
Demi noktah jiwa yang meradang, merajuk waktu untuk kembali pulang




KIDUNG CINTA TERATAI SEPARUH

Sendiriku berakar menghujam qalbu
Membunuh waktu, ditepian hutan merindu
Dimana hanya semak belukar yang menangkap wajahku
Riuh sapa kawanan ilalang, bersambut iringan pantun sang awan
Angin yang misterius, melenggang pamit berhembus
Tinggalkan sepenggal kisah kasih teratai di telaga kering nan tandus
Matahari menatap nanar emosi jiwa yang liar
Diantara kesepian dan kegelapan rimba yang samar

Putus ikatan, kelopak layu berguguran
Perpisahan tanpa ritual, jatuh terkulai tanpa lara dan nestapa
Warnanya kian memudar, ditelan seribu satu purnama
Kerontang panjang, dahaga membakar kehampaan
Namun akar cinta masih lagi bernafas mesra
Tetap menanti, tanpa bertanya musim berganti
Demi waktu, merangkai kasih untukmu Tuanku
Betapa nafas hangatmu masih lembut memelukku

Aku masih untukmu Tuanku..
Meski kering dan sunyi telagaku
Tiada lelah menatapmu, dibawah geiat sinar mentari milikmu
Duduk bersahaja, ditengah buasnya rimba raya
Namun tiada yang pernah bias membuatku ternoda
Daku mungkin tak lagi utuh, rapuh, dengan jiwaku yang separuh
Semakin cinta ini ta terkendali dan tumbuh
Bahkan gugurku adalah atas cintamu.., Tuanku…



RINDU KASMARAN

Wahai mawar jelita nan mekar
Hari ini ingin rasanya kuajak kau berbagi syair kelakar
Memagut harummu hingga mabuk segar
Melumat habis jelitamu yang merekah menawan

Duhai sang bayu, bawa aku terbang ke langit biru
Akan kurakit awan menjadi singgasanaku
Merayu mentari, mengajaknya mencipta pelangi
Dan menjadikanku satu – satunya bidadari

Samuderaku yang biru…
Tak lagi kutakutkan amuk gelombang itu
Ijinkan aku berdansa mesra bersama ombakmu
Hingga ia mabuk dan takluk akan pesona tarianku

Kasihku.., jiwaku lunglai dibuai debaran..
Diantara kemilau wajah rembulan keemasan
Terimlah persembahan birahi cinta sang fakir
Telanjang pasrah seiring nafas dan jiwa kuberserah
Leburkanlah aku, yang lama terbiar beku dalam belenggu rindu









ANTARA ADA DAN TIADA

Dingin, siapa yang berani mengoyak..
Hening, siapa yang mampu menjamah...
Sang akar perlahan semakin dalam menghujam bumi
Tiada yang tahu, tiada yang peduli

Semerbak harum sedap malam
Terurai lembut diantara kenangan yang hangat berdenyut
Seperti aku yang tergenang dalam kubangan rindu
Terpuruk dalam misteri pusaran waktumu

Angin melambat, tercekat diantara bebatuan bisu pekat
Daun – daun kering berguguran tanpa pesan dan tangisan
Dihantar tatapan hampa rembulan, pada malam yang terkulai telanjang
Nyanyian seruling terdengar melolong, kidung angin nan kosong

Tak pernah ada yang hilang, tiada yang kehilangan
Rindu adalah suatu keterpisahan, dan cinta adalah penyatuan
Tiada jarak nafas dilepas, tiada buta batin yang bermata
Rasa hanyalah ilusi, prahara pun sekedar fatamorgana

Sejati kuliti nafas dan tubuh jiwa
Leburlah diri dalam sejati sang Cinta
Antara ada dan tiada…
Sempurna




Sabda Alam, Desember 2018

Sabda Alam

ELEGI IBU BUMI Ibunda tengah merintih, didera lara yang kian pedih Jantungnya luka berdarah, masih terkoyak parah Wajah bunda send...